Dalam episode #173 dari Endgame, Gita Wirjawan menghadirkan Arsjad Rasjid, Ketua Umum KADIN. Arsjad berbagi cerita masa kecilnya, termasuk saat ia berusia 9 tahun dan dikirim ke Singapura untuk tinggal bersama keluarga Arab. Pengalaman ini mengajarkan Arsjad untuk cepat dewasa. Setelah menyelesaikan secondary school di Singapura, Arsjad melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat. Ayahnya, seorang bekas tentara, memilih sekolah yang ketat untuknya, dan akhirnya ia masuk Southwest Academy sebelum melanjutkan ke University of Southern California (USC) untuk belajar teknik komputer.
Peralihan Karier dan Pengalaman Kerja
Setelah dua tahun di USC, Arsjad merasa kurang cocok dengan bidang teknik dan memutuskan untuk beralih ke bisnis. Ia menyelesaikan studi di USC dan pulang ke Indonesia pada tahun 1992 untuk memulai kariernya. Arsjad pertama kali bekerja di Mitsubishi Motors sebagai manajer keuangan. Pengalaman ini sangat berharga, meskipun harus memulai dari posisi yang tidak terduga di lini perakitan.
Arsjad memulai bisnisnya sendiri di bidang teknologi dengan menjual smart card dan mesin hitung uang. Meskipun menghadapi banyak tantangan, ia berhasil mendapatkan kontrak besar pada tahun 1997. Namun, krisis ekonomi Asia menyebabkan bank yang memberikan kontrak tersebut bangkrut, dan Arsjad kehilangan peluang besar.
Tak berhenti di situ, Arsjad terus mencoba berbagai bisnis, termasuk telekomunikasi dan produksi film. Bisnis telekomunikasi yang menjual layanan telepon berbayar untuk panggilan jarak jauh sempat sukses besar, namun Arsjad terus mencari peluang lain.
Pada awal tahun 2000-an, Arsjad melihat peluang di sektor energi, terutama batubara. Meskipun awalnya bermitra dengan perusahaan China, akhirnya ia mendapatkan kesepakatan dengan perusahaan Korea. Ini membuka jalan bagi bisnis energi yang sukses hingga saat ini.
Filosofi dan Nilai-Nilai
Arsjad percaya bahwa tidak boleh menyerah dalam menghadapi tantangan. Ia selalu berpikir positif dan yakin bahwa energi positif akan membawa hasil yang baik. Dengan semangat pantang menyerah dan keyakinan pada diri sendiri, Arsjad berhasil menghadapi berbagai rintangan dalam perjalanan karier dan bisnisnya.
Menurut Arsjad, seorang pemimpin harus dapat memberikan harapan kepada bawahannya dan diri sendiri. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan yang autentik dan spiritual, di mana nilai-nilai perusahaan sangat krusial. Kepemimpinan autentik berarti menjadi diri sendiri dan tidak meniru orang lain. Arsjad percaya bahwa nilai-nilai spiritual dan agility (kelincahan) adalah kunci dalam menghadapi tantangan.
“Perbedaan perspektif itu adalah kekuatan setiap orang punya perspektif ber-beda dan kita harus menghormati itu” Arsjad Rasjid – EndGame
Agility dalam Bisnis
Agility bagi Arsjad terdiri dari tiga elemen: adaptabilitas, inovasi, dan ketahanan. Dalam dunia bisnis yang cepat berubah, seperti selama pandemi, kelincahan menjadi sangat penting. Sebagai contoh, ketika pandemi melanda, perusahaan harus bisa beradaptasi dengan situasi baru untuk tetap bertahan.
Arsjad percaya bahwa fondasi dari organisasi yang kuat adalah manusia. Menemukan orang yang tepat untuk posisi yang tepat adalah kunci. Ia menekankan pentingnya mendesain organisasi dengan baik sejak awal dan pentingnya pemilihan orang berdasarkan nilai dan keterampilan yang sesuai. Dalam konteks akuisisi, misalnya, mencari orang yang tepat sebelum melakukan akuisisi sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang.
Arsjad juga menyoroti pentingnya menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat dalam konteks politik dan pemerintahan. Ia percaya bahwa dalam politik, sering kali orang yang tidak tepat ditempatkan di posisi tertentu, yang akhirnya merugikan negara dan masyarakat. Keberanian untuk memilih orang yang tepat dengan keahlian yang sesuai sangat penting untuk kemajuan.
Transformasi berkelanjutan adalah kunci dalam dunia bisnis yang cepat berubah. Arsjad menekankan bahwa perusahaan harus terus bertransformasi dan beradaptasi dengan situasi baru. Sebagai contoh, ketika perusahaannya memutuskan untuk melakukan digitalisasi, mereka berhasil mengubah perusahaan yang awalnya merugi menjadi menguntungkan dengan menerapkan teknologi baru dan memanfaatkan keahlian yang ada.
Menghilangkan rasa takut terhadap perubahan adalah langkah penting dalam memimpin organisasi. Arsjad percaya bahwa ketakutan terhadap perubahan dapat menghambat inovasi. Oleh karena itu, penting untuk mendorong budaya yang mendukung perubahan dan inovasi.
Arsjad menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan demokratis dalam organisasi. Ia percaya bahwa setiap orang dalam rapat harus memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka. Pendekatan ini membantu dalam mengumpulkan ide-ide yang beragam dan menciptakan solusi yang lebih kuat.
Realitas Netralitas Karbon
Arsjad Rasjid menekankan bahwa mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 atau 2060 adalah tujuan yang ambisius tetapi bukan tidak mungkin. Menurutnya, tantangan utama adalah mengubah pola pikir dari “ini sulit” menjadi “bagaimana kita mencapainya.” Transformasi ini memerlukan komitmen kuat dan inovasi dalam diversifikasi bisnis, termasuk peralihan dari batu bara ke energi yang lebih berkelanjutan seperti solar dan energi terbarukan lainnya.
Tantangan Infrastruktur dan Pendanaan
Indonesia membutuhkan peningkatan besar dalam kapasitas listrik untuk mencapai elektrifikasi modern, yang memerlukan dana besar. Arsjad mencatat bahwa untuk mengganti pembangkit listrik yang ada dengan teknologi terbarukan, dibutuhkan dana sekitar 500 hingga 600 miliar dolar. Dia menggarisbawahi pentingnya memiliki rencana yang jelas dan menarik investasi, karena uang akan mengalir ke peluang yang menawarkan pengembalian yang menarik.
Keamanan Energi dan Realitas Ekonomi
Diskusi berlanjut dengan menyoroti pentingnya keamanan energi dalam konteks Indonesia. Arsjad menegaskan bahwa sebelum berfokus pada teknologi seperti nuklir atau solar, kita harus memastikan energi yang ada mencukupi kebutuhan dasar. Ini termasuk memanfaatkan sumber daya yang ada seperti gas, air, dan geothermal. Dia juga menekankan bahwa peralihan ke energi terbarukan harus realistis dan mempertimbangkan daya beli masyarakat.
Selama pandemi, berkurangnya transportasi terbukti signifikan dalam mengurangi emisi karbon. Hal ini menunjukkan bahwa transportasi adalah penyumbang utama emisi, dan karenanya, peralihan ke kendaraan listrik merupakan langkah penting. Arsjad mendukung penuh kendaraan listrik sebagai solusi yang tidak hanya mengurangi emisi tetapi juga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor dan subsidi bahan bakar.
Arsjad mengusulkan pendekatan holistik dalam merancang strategi energi nasional. Ini termasuk memiliki roadmap yang jelas hingga tahun 2045, memastikan kebijakan yang konsisten, dan mengajak semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama. Dia juga mengusulkan adanya Chief Sustainable Officer di tingkat pemerintahan untuk fokus pada keberlanjutan dan memastikan semua kebijakan terkoordinasi dengan baik.
Dia menekankan pentingnya menggunakan teknologi terbaru dalam pembangkit listrik, seperti teknologi Ultra Supercritical untuk pembangkit batu bara yang lebih bersih. Meski tetap menggunakan batu bara, teknologi ini memungkinkan pengurangan emisi secara signifikan sambil mempersiapkan transisi ke sumber energi yang lebih bersih.
“Urbanisasi adalah keniscayaan. Dalam 10-15 tahun ke depan, 60-70% populasi dunia akan tinggal di perkotaan. Namun, di perkotaan, komunikasi lebih banyak melalui media sosial, sedangkan di pedesaan, orang lebih suka interaksi fisik langsung, seperti ngobrol di warung sambil ngopi.” Gita Wirjawan – EndGame
Mengatasi Tantangan Struktural Ekonomi Indonesia
Salah satu isu utama yang dibahas adalah keterbatasan struktural dalam ekonomi Indonesia, di mana hanya 45% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang beredar dalam negeri. Hal ini memaksa Indonesia untuk mencari sumber pendanaan dari luar, baik melalui utang atau Penanaman Modal Asing (FDI).
Arsjad menekankan pentingnya FDI, mengingat kritik dan risiko yang terkait dengan utang, terutama di tengah tingginya suku bunga global. Perbandingan menarik dibuat dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, di mana FDI per kapita per tahun hanya mencapai 100 hingga 400 dolar AS. Sementara itu, Singapura, dengan ukuran yang lebih kecil, mampu menarik 19.000 dolar AS per kapita per tahun, menunjukkan sistem yang lebih dipercayai oleh investor internasional.
Arsjad Rasjid menyoroti bahwa penegakan hukum yang kuat dan kepastian hukum adalah kunci untuk menarik investasi. “Duit itu seperti air, dia nyari gravitasi. Gravitasi ini definisinya penegakan hukum,” ujar Arsjad. Menurutnya, Indonesia perlu memastikan rule of law yang solid untuk menarik lebih banyak FDI. Investasi akan datang ketika ada kepercayaan terhadap sistem hukum dan regulasi yang adil.
Dalam konteks demokrasi, Arsjad berpendapat bahwa distribusi kekuasaan tidak hanya harus terjadi melalui voting, tetapi juga melalui distribusi public goods, seperti pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, serta nilai moral dan sosial. Ini adalah bentuk demokrasi liberal yang lebih kaya dan berkelanjutan, di mana intelektualitas, kesejahteraan, dan kesehatan masyarakat diutamakan.
Pembangunan Ekonomi Berbasis Teknologi
Arsjad optimis bahwa Indonesia dan Asia Tenggara bisa tumbuh 7-8% per tahun, terutama dengan pemanfaatan teknologi seperti artificial intelligence, blockchain, genomics, energy storage, dan robotics. Ia percaya bahwa kepastian hukum dan investasi dalam teknologi akan meningkatkan produktivitas dan inovasi, yang pada akhirnya memperkuat ekonomi nasional.
Pembicaraan juga menyentuh tentang pentingnya transformasi energi dan keberlanjutan. Arsjad menekankan perlunya melihat transisi energi sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang lebih besar. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia bisa menjadi pemain kunci dalam rantai pasokan global yang semakin dualistik.
Selain aspek ekonomi dan industri, Arsjad juga menyoroti pentingnya investasi dalam kesehatan dan pendidikan. Kesehatan yang baik dan pendidikan yang berkualitas adalah dasar bagi produktivitas tinggi dan inovasi. Dengan memajukan kedua sektor ini, Indonesia bisa memastikan masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan.
Arsjad Rasjid menguraikan tiga paradoks utama yang menjadi perhatian dalam konteks bernegara dan berbisnis di era modern. Ketiga paradoks ini, yang mencakup internet, keberlanjutan, dan kecerdasan buatan, memberikan wawasan kritis terhadap tantangan yang dihadapi masyarakat dan bisnis saat ini.
Paradoks Internet
Paradoks pertama yang diangkat adalah paradoks internet. Awalnya, internet diharapkan dapat mendemokratisasi informasi dan memberikan akses yang setara kepada semua orang. Namun, kenyataannya, internet lebih banyak mengelitisasi masyarakat. Arsjad menyoroti bahwa meskipun internet telah mendemokratisasi akses informasi, namun tidak demikian dengan ide. Banyak orang yang dapat mengakses informasi dengan mudah, tetapi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan ide-ide mereka karena keterbatasan akses terhadap sumber daya finansial.
Paradoks Keberlanjutan
Paradoks kedua berkaitan dengan keberlanjutan. Meskipun banyak negara maju mendorong agenda keberlanjutan, mereka seringkali tidak memahami situasi negara berkembang yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan di atas meja. Penggunaan batu bara sebagai sumber energi murah tetap menjadi pilihan bagi banyak negara berkembang. Arsjad menekankan perlunya solusi yang realistis dan inklusif yang mempertimbangkan kondisi dan tantangan unik yang dihadapi negara berkembang.
Paradoks Kecerdasan Buatan (AI)
Paradoks ketiga adalah tentang kecerdasan buatan. Arsjad mengkritisi para teknolog di Silicon Valley yang menurutnya cenderung arogan dan tidak melibatkan ahli budaya, lingkungan, ekonomi, spiritual, dan filsafat dalam pengembangan teknologi. Hal ini dapat mengakibatkan penggunaan AI yang tidak bijaksana dan potensial menimbulkan distopia bagi kemanusiaan. Dia menyoroti perubahan OpenAI dari organisasi nirlaba menjadi organisasi profit sebagai contoh bagaimana AI bisa menjadi alat yang eksklusif dan berpotensi merugikan.
Solusi dan Nilai-Nilai yang Dilupakan
Arsjad menggarisbawahi pentingnya pendekatan holistik yang menggabungkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pembangunan ekonomi dan bisnis. Dia menyebutkan bahwa dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan ini, perlu ada pendidikan yang memadai, kemitraan inklusif, dan kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak. Nilai-nilai seperti gotong royong dan musyawarah mufakat, yang merupakan warisan budaya Indonesia, harus dihidupkan kembali untuk memastikan keputusan yang adil dan inklusif.
Arsjad juga menyoroti fenomena urbanisasi yang semakin mendominasi, dimana 60-70% populasi dunia diperkirakan akan tinggal di area urban dalam 10-15 tahun mendatang. Urbanisasi ini mempengaruhi cara orang berkomunikasi, dimana interaksi sosial melalui media sosial menjadi lebih umum dibandingkan komunikasi langsung. Dia menekankan bahwa meskipun teknologi komunikasi seperti Zoom membantu, namun tidak dapat menggantikan nilai-nilai musyawarah mufakat yang memerlukan interaksi fisik.
Pesan untuk Generasi Muda
Di akhir diskusi, Arsjad menyampaikan pesan kepada generasi muda untuk memilih pemimpin yang tepat dengan melihat rekam jejak mereka dalam menghadapi tantangan bangsa. Dia mengajak semua pihak untuk kembali kepada nilai-nilai dasar yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa, yaitu Pancasila dan semangat gotong royong, untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Dengan mengangkat isu-isu penting ini, Arsjad Rasjid memberikan pandangan yang kritis namun konstruktif tentang bagaimana kita dapat menghadapi tantangan-tantangan modern dengan tetap menjaga nilai-nilai fundamental kemanusiaan.