Tokoh · May 15, 2024

Faisal-Basri-di-Endgame-Gita-Wirjawan

Faisal Basri: Perjalanan dari Keterbatasan ke Kepemimpinan Ekonomi dan Politik

Faisal Basri, seorang ekonom ternama Indonesia, berbagi kisah inspiratif tentang pendidikan dan kegigihannya dalam mencapai kesuksesan. Lahir dari keluarga biasa di Bandung, Faisal mengalami masa kecil yang penuh keterbatasan. Ia harus berjalan kaki dan naik bus omprengan ke sekolah karena keterbatasan keuangan keluarga.

Meskipun berasal dari keluarga kurang mampu, Faisal memiliki tekad yang kuat untuk belajar dan meraih masa depan yang lebih baik. Ia memilih UI sebagai perguruan tinggi karena merupakan pilihan yang paling murah.

Setelah lulus, Faisal bekerja sebagai PNS dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Vanderbilt University, Amerika Serikat.

Perjalanannya di Amerika Serikat tidaklah mudah. Ia harus beradaptasi dengan budaya dan bahasa yang baru, serta mengalami berbagai kendala seperti tidak ada yang menjemputnya di bandara dan tidak tahu harus tinggal di mana.

Namun, Faisal tidak patah semangat. Ia terus belajar dan bekerja keras untuk menyelesaikan studinya. Ia kembali ke Indonesia setelah setahun dan menjadi dosen di UI.

Kisah Faisal Basri menunjukkan bahwa pendidikan dan kegigihan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan.

Kisah Inspiratif Faisal Basri: Memimpin Orang Pintar dan Terjun ke Politik

Faisal Basri di Endgame Gita Wirjawan
Faisal Basri di Endgame Gita Wirjawan

Memimpin Orang Pintar:

Di usia 32 tahun, Faisal Basri dihadapkan pada tantangan besar: memimpin LPEM FEUI, sebuah lembaga penelitian yang dipenuhi dengan para doktor dan profesor. Meskipun usianya masih muda dan belum meraih gelar doktor, Faisal dipercaya penuh oleh Pak Dorodjatun Kuntjoro-Jakti untuk memimpin LPEM.

Pengalaman ini menjadi salah satu masa tersulit dalam hidup Faisal Basri. Ia harus belajar banyak hal baru dan memimpin orang-orang yang jauh lebih berpengalaman dan berpendidikan tinggi.

Namun, Faisal Basri tidak gentar. Ia terus belajar dan bekerja keras untuk meningkatkan kemampuannya. Ia juga menjalin hubungan yang baik dengan para peneliti di LPEM, sehingga mereka dapat bekerja sama dengan efektif.

Terjun ke Politik:

Pada tahun 1995, Faisal Basri memutuskan untuk mengambil jurusan Ilmu Politik di UI. Keputusan ini didorong oleh rasa keprihatinannya terhadap kondisi Indonesia saat itu yang penuh gejolak.

Faisal Basri aktif dalam gerakan reformasi dan menjadi Ketua Jurusan Ilmu Politik UI. Namun, karena kesibukannya di LPEM dan gerakan reformasi, ia akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah.

Setelah jatuhnya Soeharto, Faisal Basri mulai menyadari bahwa perubahan tidak hanya bisa dilakukan melalui gerakan di jalanan. Ia ingin terlibat dalam politik secara langsung untuk menata Indonesia yang lebih baik.

Pada tahun 1998, Faisal Basri ikut mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) dan menjadi Sekjen pertama partai tersebut.

Keputusan untuk terjun ke politik ini merupakan pengorbanan besar bagi Faisal Basri dan keluarganya. Ia harus bekerja keras dan sering meninggalkan keluarganya.

Mencari Identitas Bangsa:

Faisal Basri mengungkapkan keresahannya tentang identitas bangsa Indonesia yang masih belum terdefinisi dengan jelas. Menurutnya, ini menjadi salah satu penyebab kekacauan dan ketidakstabilan dalam politik dan kebijakan di Indonesia.

Ia mencontohkan Tiongkok yang memiliki ideologi tunggal dan jelas, sehingga dapat menjalankan kebijakan yang terarah dan konsisten. Di sisi lain, Amerika Serikat dan Eropa memiliki sistem multi-ideologi, di mana setiap partai politik memiliki ideologi dan platform yang berbeda.

Sebetulnya ideologi itu kan sebetulnya bisa terilustrasi secara spasial. Yang paling sederhana mungkin ilustrasinya adalah ilustrasi spasial mengenai ruangan.”- Gita Wirjawan Endgame

Faisal Basri meyakini bahwa Indonesia perlu memiliki ideologi yang jelas agar dapat keluar dari kebingungan dan menuju masa depan yang lebih baik. Ia menawarkan ideologi demokrasi sosial dengan internasionalisme yang dijunjung tinggi, seperti yang diwariskan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Demokrasi Sosial untuk Kesejahteraan Rakyat:

Ideologi demokrasi sosial, menurut Faisal Basri, memiliki beberapa prinsip kunci:

  • Jaring pengaman sosial yang kokoh: Negara wajib menyediakan jaminan sosial dan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan yang layak bagi seluruh rakyat.
  • Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan: Kekayaan alam Indonesia harus dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  • Redistribusi pendapatan: Negara harus melakukan redistribusi pendapatan melalui pajak dan kebijakan lainnya untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Faisal Basri mengkritik pemerintah Indonesia yang gagal menjalankan fungsi redistribusi dan membiarkan sumber daya alam dikeruk oleh segelintir orang. Ia juga mencontohkan kebijakan harga minyak goreng yang kacau balau karena pemerintah tidak memiliki kerangka teori yang jelas dan berbasis sains.

Meritokrasi vs Patronase:

Faisal Basri mengangkat isu penting dalam demokrasi, yaitu kecenderungan patronase dalam penyeleksian talenta. Ia mencontohkan Deng Xiaoping di Tiongkok yang menggunakan demokrasi untuk mendemokratisasikan talenta dan meningkatkan ekonomi.

Menurut Faisal Basri, meritokrasi adalah kunci untuk kemajuan demokrasi. Ia melihat Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan meritokrasi,  terlihat dari sistem multi-partai dan meritokrasi yang mulai disadari.

Namun, ia juga mengkritik feodalisme dan patrimonialisme di partai politik yang menghambat penerapan meritokrasi. Ia melihat partai politik di Indonesia perlu direformasi agar lebih berbasis lokal, akuntabel, dan transparan.

Solusi untuk Demokrasi yang Sehat:

Faisal Basri menawarkan beberapa solusi untuk membangun demokrasi yang sehat dengan meritokrasi:

Membuat partai politik berbasis lokal: Ini akan memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik dan mengurangi pengaruh patronase.

Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi partai politik: Masyarakat harus mengetahui sumber pendanaan dan penggunaan dana partai politik.

Mendorong persaingan internal yang sehat di partai politik: Calon-calon harus bersaing berdasarkan ide dan kemampuan mereka, bukan berdasarkan hubungan pribadi.

Membiayai calon melalui platform online: Hal ini akan membuat calon lebih independen dari pendanaan tradisional dan memungkinkan mereka untuk terhubung dengan pemilih secara langsung.

Menerapkan Meritokrasi:

Faisal Basri yakin bahwa meritokrasi dapat diterapkan di Indonesia, meskipun membutuhkan waktu. Ia melihat generasi muda yang melek politik dan optimis bahwa mereka akan membawa perubahan positif.

Ia menekankan pentingnya meritokrasi dalam penyeleksian talenta untuk berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan birokrasi. Dalam pandangan Faisal tentang ekonomi Indonesia, ia menyoroti beberapa aspek yang menarik. Pertama-tama, ia mengapresiasi pencapaian stabilnya inflasi di era pemerintahan Jokowi, yang menurutnya belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Republik Indonesia. Namun, ia juga menyadari bahwa kontrol atas inflasi semakin terbatas, dan ada kecenderungan untuk memberikan peluang pada kenaikan inflasi secara bertahap. Baginya, kenaikan inflasi bisa menjadi tanda adanya aktivitas ekonomi yang lebih dinamis.

Gita Wirjawan Podcast Endgame

Namun, ada juga masalah yang lebih serius yang ia soroti, yaitu kelemahan “jantung” ekonomi Indonesia. Ia menggambarkan bagaimana kredit rasio GDP semakin menurun, menunjukkan bahwa bank-bank mengambil dana dari masyarakat tetapi tidak mengucurkannya kembali dalam bentuk kredit yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Ini memunculkan pertanyaan tentang efektivitas alokasi dana publik, dengan sebagian besar dana digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur yang dianggapnya tidak efisien.

Selanjutnya, Faisal mengkritik rendahnya hasil investasi dibandingkan dengan tingginya jumlah investasi. Dia menyoroti bahwa sebagian besar investasi terfokus pada pembangunan fisik seperti bangunan, bukan pada mesin dan peralatan yang seharusnya mendukung produksi barang dan jasa. Menurutnya, perubahan struktural dalam komposisi investasi diperlukan untuk memastikan bahwa investasi tersebut memberikan hasil yang lebih baik bagi ekonomi.

Selain itu, Faisal juga menekankan pentingnya reorientasi pembangunan ekonomi pasca-pandemi. Dia merujuk pada upaya penyusunan konsep ekonomi baru yang dilakukan oleh Bappenas, tetapi menyoroti kurangnya kemajuan dalam implementasinya. Baginya, perencanaan ekonomi harus mencakup aspek-aspek seperti keadilan sosial dan mobilitas sosial, serta investasi dalam pendidikan dan kesejahteraan anak-anak.

Dalam percakapan ini, Faisal menyampaikan beberapa observasi yang penting terkait dengan kondisi “darah” ekonomi Indonesia. Ia mengungkapkan keprihatinannya tentang beberapa rasio ekonomi yang menurun, seperti Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang meningkat, rasio kredit perbankan terhadap PDB yang rendah, dan rasio pasar modal terhadap PDB yang juga masih di bawah 50%. Faisal menyoroti bahwa hal ini berkorelasi dengan jumlah uang yang beredar di negara tersebut, yang juga masih di bawah 50% dari PDB.

Faisal mengajukan pertanyaan yang provokatif tentang bagaimana Indonesia bisa meningkatkan jumlah uang beredar. Menurutnya, opsi utama adalah melalui peningkatan utang atau penarikan modal dari luar negeri. Namun, ia menyoroti bahwa penarikan modal asing (Foreign Direct Investment/FDI) per orang di Indonesia hanya sebesar $100, sementara di Singapura mencapai $19.000. Faisal mempertanyakan kemampuan Indonesia untuk menarik FDI secara signifikan.

Selanjutnya, Faisal membahas tentang opsi berhutang, dan ia setuju dengan rasio hutang sebesar 40% terhadap PDB asalkan kemampuan untuk membayar (serviceability) tetap diperhatikan. Namun, ia menyoroti bahwa serviceability ini semakin menurun karena persentase pembayaran utang terhadap APBN yang meningkat, sementara rasio pajak menurun.

Faisal juga mempertimbangkan opsi pencetakan uang, namun ia mengingatkan bahwa prasyarat yang ada harus dipenuhi, seperti tidak adanya korupsi dan penyimpangan moral. Ia mengingatkan bahwa disiplin fiskal sangat penting dalam sejarah Indonesia, terutama saat Orde Baru yang menerapkan balanced budget. Meskipun ia setuju dengan konsep Modern Monetary Theory (MMT), ia mengingatkan bahwa prasyaratnya harus dipertimbangkan dengan cermat untuk mencegah dampak negatif.

Secara keseluruhan, Faisal menggarisbawahi pentingnya peningkatan “darah” ekonomi Indonesia melalui kegiatan ekonomi produktif yang tidak terganggu oleh kebocoran dan penyimpangan. Ia juga menyoroti perlunya pendekatan yang seimbang dan bijaksana dalam kebijakan ekonomi, yang memperhitungkan prasyarat dan risiko dengan baik.

Korelasi antara kepastian hukum dan investasi merupakan aspek penting yang dibahas dalam percakapan ini. Faisal menyoroti bahwa Indonesia sengaja menciptakan hambatan yang tinggi untuk investasi asing, menempatkannya sebagai negara dengan indeks hambatan investasi asing tertinggi kedua setelah Arab Saudi menurut OECD FDI Restrictiveness Index. Hal ini disebabkan oleh persyaratan wajib bagi investor untuk bermitra dengan mitra lokal, yang tidak umum di negara lain. Faisal berpendapat bahwa untuk menarik investasi asing, Indonesia harus membebaskan investor asing selama mereka memenuhi kewajiban pajak, menciptakan lapangan kerja, membawa teknologi, dan memastikan pasar.

“UKM di Korea sama di Indonesia bukan pesaing satu sama lain. Jadi paradigmanya harus kita ubah, transformasi.” – Faisal Basri Endgame

Faisal mengusulkan pendekatan yang berbeda untuk menarik investasi asing yang dapat mendukung UMKM. Salah satunya adalah dengan menciptakan kawasan industri tematik khusus untuk UMKM dengan mengundang FDI dari Jepang, Korea, dan Taiwan yang mencari lokasi produksi alternatif karena biaya produksi yang semakin tinggi di negara asal mereka. Faisal juga menyoroti bahwa penegakan hukum yang kuat merupakan faktor penting dalam menarik investasi asing, seperti yang terbukti oleh Singapura. Singapura, dengan penegakan hukum yang konsisten, mampu menarik investasi dari seluruh dunia.

Selain itu, Faisal membahas pentingnya institusi yang kuat dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Ia menekankan bahwa kepastian hukum dan penegakan aturan permainan yang jelas sangat penting dalam menarik investasi asing. Faisal juga mencatat bahwa ketidakpastian hukum di Indonesia, terutama terkait dengan perubahan kebijakan yang tiba-tiba, menjadi hambatan besar bagi investor. Faisal menyimpulkan dengan mengusulkan bahwa Indonesia memiliki peluang emas untuk meningkatkan FDI dengan mengajak negara-negara maju yang mengelola modal besar untuk berinvestasi di Indonesia. Ini bisa menjadi peluang besar untuk menggandakan PDB Indonesia dengan adanya modal yang masuk. Kesimpulannya, peningkatan investasi asing di Indonesia tidak hanya memerlukan perubahan struktural dalam kebijakan ekonomi, tetapi juga peningkatan kepastian hukum dan penegakan aturan yang konsisten.

Faisal Basri dan Gita Wirjawan
Faisal Basri dan Gita Wirjawan Endgame

Ketika kita melihat gambaran Indonesia menuju tahun 2045, terlihat bahwa transformasi ekonomi menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam diskusi ini, Faisal menyoroti beberapa aspek penting, mulai dari infrastruktur hingga perpajakan, yang semuanya saling terkait dalam membangun fondasi ekonomi yang kuat.

Pertama-tama, Faisal menyoroti pentingnya integrasi infrastruktur. Meskipun bisnis di Indonesia memiliki fleksibilitas yang tinggi, namun masih kurang didukung oleh infrastruktur yang terintegrasi dengan baik. Hal ini menghambat efisiensi dalam bisnis. Oleh karena itu, pemerintah perlu bekerja lebih cerdas dalam membangun infrastruktur yang tidak hanya memadai secara fisik, tetapi juga mendukung pergerakan bisnis yang dinamis.

Selanjutnya, Faisal juga menyoroti tentang persaingan ekonomi di tingkat global. Meskipun Indonesia memiliki potensi besar sebagai pasar yang menjanjikan, namun tantangan eksternal juga perlu diatasi. Faisal memperkirakan bahwa Tiongkok, India, dan Nigeria akan menjadi pesaing utama Indonesia dalam hal ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentum ini dan tidak terjebak dalam pola pikir bisnis yang konvensional.

Selain itu, Faisal juga membahas tentang pentingnya reformasi perpajakan. Meskipun dia tidak mendukung tingkat pajak yang terlalu tinggi, dia percaya bahwa sistem perpajakan yang adil dan efisien dapat menciptakan negara kesejahteraan yang stabil. Dalam pandangan Faisal, pajak seharusnya tidak hanya menjadi alat untuk mengumpulkan pendapatan negara, tetapi juga sebagai instrumen untuk mempromosikan keadilan sosial dan distribusi kekayaan yang lebih merata.

Di samping itu, Faisal juga menggarisbawahi pentingnya pembangunan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini mencakup pembangunan kawasan industri yang tematik sesuai dengan potensi lokal, seperti produksi mebel rotan di Sulawesi. Dengan demikian, potensi ekonomi lokal dapat dioptimalkan dan distribusi keuntungan ekonomi dapat lebih merata di seluruh negeri.

Dalam diskusi yang luas dan mendalam ini, Faisal menyampaikan visinya tentang Indonesia yang maju dan sejahtera pada tahun 2045. Namun, untuk mencapai visi tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, sektor bisnis, maupun masyarakat secara keseluruhan. Transformasi ekonomi yang merata dan inklusif menjadi kunci dalam mewujudkan Indonesia Emas menuju tahun 2045.

Dalam narasi yang inspiratif dari Faisal Basri, kita melihat gambaran yang mendalam tentang potensi Indonesia menuju tahun 2045. Terlebih lagi, ia menyoroti aspek-aspek kunci yang harus diperhatikan untuk mewujudkan visi tersebut.

Pertama-tama, ia menyoroti pentingnya penguatan infrastruktur maritim sebagai fondasi utama bagi integrasi nasional. Dengan menekankan kekuatan laut, Indonesia bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi disparitas antar wilayah.

Selain itu, Faisal menggarisbawahi transformasi ekonomi yang substansial. Dalam visinya, Indonesia akan mengalami demokratisasi ekonomi dengan mendorong kepemilikan karyawan di perusahaan-perusahaan, yang akan meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Faisal juga menyoroti pentingnya kelas menengah yang kuat sebagai penopang utama demokrasi. Dengan kelas menengah yang lebih besar, akan ada dorongan yang lebih besar untuk memajukan demokrasi substansial, bukan sekadar prosedural.

Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah risiko terjebak dalam middle-income trap. Untuk menghindari itu, Indonesia perlu meningkatkan konten teknologi dalam ekspornya dan mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi.

Dengan kata lain, Faisal Basri mengajak kita untuk berubah. Transformasi ekonomi, penguatan demokrasi, dan peningkatan infrastruktur harus menjadi fokus utama untuk mewujudkan potensi Indonesia menuju tahun 2045. Dan yang terpenting, perubahan itu harus dimulai dari sekarang.

@pemikirankedepan

Inflasi bukan lagi masalah yang bisa diabaikan, tapi bagaimana kita menghadapinya menjadi kunci. 💡💰 #Inflasi #Ekonomi #Pemerintah #Kebijakan #Tantangan #Diskusi #TikTokEdukasi #inflasiekonomi #endgame #gitawirjawan

♬ Corporate music for refreshing video – Kda5h