Ekonomi / Pembangunan Berkelanjutan · September 19, 2024

Fundamental Investasi untuk Negeri Luky Alfirman endgame

Fundamental Investasi untuk Negeri – Luky Alfirman

Dalam episode terbaru dari Endgame #66, Luky Alfirman, seorang pakar keuangan, membahas tentang berbagai instrumen pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional. Alfirman memberikan wawasan mendalam mengenai peran Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam pengelolaan keuangan negara serta bagaimana SBN Ritel dapat menjadi pilihan investasi yang menarik.

Masa Kecil dan Pendidikan

Luky Alfirman mengawali ceritanya dengan nostalgia masa kecil yang penuh dengan aktivitas olahraga. Dari bermain bola hingga basket, Luky adalah anak yang aktif. Ia menekuni basket hingga di tingkat sekolah dan ITB, di mana ia membela tim ITB sebagai point guard. Meskipun olahraganya merupakan hobi, ia tetap menjaga keseimbangan antara studi dan aktivitas ekstrakurikuler.

Setelah lulus dari ITB dengan gelar Teknik Industri, Luky memasuki dunia kerja di Citibank sebagai Management Trainee, fokus pada kartu kredit yang booming pada tahun 90-an. Pengalaman ini menumbuhkan minatnya pada sektor keuangan. Namun, impian untuk melanjutkan studi ke luar negeri membuatnya memilih untuk bergabung dengan Kementerian Keuangan, sebuah langkah strategis untuk mendapatkan beasiswa.

Luky melanjutkan pendidikan pascasarjana di University of Colorado Boulder dan kemudian menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Ekonomi dengan fokus pada keuangan publik pada tahun 2004. Kembali ke Indonesia, ia memulai karir di Direktorat Jenderal Pajak dan menjabat di berbagai posisi penting di Kementerian Keuangan.

Perjalanan Karir dan Tantangan Fiskal

Sebagai pejabat di Kementerian Keuangan, Luky mengungkapkan berbagai tanggung jawab dan peran yang telah ia jalani, termasuk Kepala Pusat Kebijakan APBN dan Chief of Staff dari Menteri Keuangan. Kini, sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, ia berperan dalam mengelola keuangan negara dan risiko yang terkait.

Dalam diskusi tentang pajak, Luky menjelaskan betapa pentingnya kesadaran pajak bagi generasi muda. Pajak sering dianggap sebagai beban, namun ia menekankan manfaatnya yang langsung dan tidak langsung bagi masyarakat. Misalnya, pendapatan dari pajak mendukung infrastruktur, keamanan, dan kesejahteraan sosial, terutama dalam situasi krisis seperti pandemi COVID-19.

Gita Wirjawan Endgame

“Kunci untuk inovasi terletak pada kemampuan kita untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan yang ada di sekitar kita.” Gita Wirjawan – EndGame

Reformasi dan Kebijakan Pajak

Pandemi COVID-19 menghadirkan tantangan besar bagi keuangan negara. Luky menjelaskan bahwa pemerintah harus meningkatkan belanja untuk sektor kesehatan, bantuan sosial, pendidikan, dan dukungan untuk UMKM, meski penerimaan pajak menurun. Untuk menangani defisit anggaran, pemerintah mengadopsi kebijakan counter-cyclical yang melibatkan peningkatan belanja dan, pada akhirnya, utang.

Pemerintah juga meluncurkan reformasi pajak melalui UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), yang mencakup perubahan signifikan dalam undang-undang perpajakan untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB. Luky menyoroti pentingnya reformasi struktural, termasuk Omnibus Law UU Cipta Kerja dan pengenalan pajak karbon, sebagai langkah untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan kepatuhan pajak.

Mengatasi Tantangan dan Meningkatkan Kepatuhan Pajak

Luky juga membahas upaya mengatasi tantangan dalam pengelolaan pajak, seperti perubahan paradigma dari “berburu di kebun binatang” (menargetkan wajib pajak besar) ke pendekatan berbasis risiko. Dengan menggunakan data dan teknologi informasi, pemerintah berusaha memastikan kepatuhan wajib pajak dengan lebih efektif. Kepatuhan pajak dari individu, terutama yang memiliki NPWP tetapi tidak wajib melaporkan SPT, menjadi fokus penting. Luky mencatat bahwa di negara maju, pajak individu memberikan kontribusi besar, dan hal yang sama diharapkan dapat dicapai di Indonesia dengan reformasi perpajakan yang sedang berlangsung.

Gita Wirjawan Luky Alfirman
Luky Alfirman

“Ketika kita menghadapi kegagalan, itu adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Setiap kegagalan membawa pelajaran berharga yang dapat membantu kita berkembang lebih baik.” Luky Alfirman – EndGame

Mengapa Utang Menjadi Pilihan?

Dalam dua tahun terakhir, pendanaan negara Indonesia bergantung pada dua sumber utama: pajak dan utang. Meskipun utang sering kali memiliki konotasi negatif, Luky Alfirman menjelaskan bahwa utang adalah keharusan dalam mengelola anggaran negara. Dengan berkurangnya pendapatan dari pajak dan kebutuhan untuk memenuhi aspirasi rakyat, utang menjadi instrumen penting dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN terdiri dari dua sisi utama: pendapatan dan belanja. Jika belanja melebihi pendapatan, defisit terjadi dan harus ditutup dengan pembiayaan, termasuk utang. Dalam pengelolaan utang, pemerintah harus berhati-hati untuk memastikan utang digunakan untuk kegiatan produktif dan tidak hanya sekedar menambah beban keuangan negara.

Investasi Pendidikan dan Infrastruktur

Pendidikan dan infrastruktur adalah dua area kunci yang membutuhkan investasi besar. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan di masa depan. Begitu juga dengan infrastruktur, terutama di negara kepulauan seperti Indonesia, di mana konektivitas antar wilayah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menunda investasi dalam sektor ini hanya akan membuat Indonesia semakin tertinggal.

Utang harus dikelola dengan bijak, dengan memastikan bahwa utang tetap dalam batas aman. Pemerintah Indonesia mengikuti beberapa batasan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara, seperti rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak boleh melebihi 60% dan defisit tahunan tidak boleh lebih dari 3% PDB. Meskipun rasio utang Indonesia saat ini sekitar 41% PDB, pemerintah tetap yakin bahwa pengelolaan utang masih dalam batas aman.

Respons terhadap Pandemi dan Upaya Pengendalian Utang

Pandemi COVID-19 memaksa pemerintah untuk merevisi aturan fiskal dan memperluas defisit APBN. Dengan dukungan dari Bank Indonesia (BI) dan DPR, pemerintah menerapkan beberapa skema bantuan untuk mengelola utang, seperti SKB 1, SKB 2, dan SKB 3, yang melibatkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI dan penanggungan bunga utang oleh BI. Langkah ini membantu mengurangi beban bunga dan menjaga kestabilan yield utang.

Kunci utama dalam pengelolaan utang adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat, kapasitas negara untuk membayar utang akan meningkat. Pemerintah berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal yang sehat dan peningkatan pendapatan pajak.

Instrumen Pembiayaan Negara: SBN vs Pinjaman

Menurut Alfirman, pembiayaan negara melibatkan dua sumber utama: penerbitan SBN dan pinjaman, baik multilaterale maupun bilateral. Penerbitan SBN menjadi pilihan utama karena beberapa keuntungan yang ditawarkannya. Dulu, ketika Indonesia masih dalam kategori negara berpendapatan rendah, pinjaman internasional menawarkan suku bunga rendah. Namun, seiring dengan kemajuan ekonomi, suku bunga pinjaman meningkat dan kapasitas pemberi pinjaman terbatas. Akibatnya, pemerintah mulai lebih banyak mengandalkan penerbitan SBN.

SBN memberikan fleksibilitas lebih besar karena prosesnya yang relatif cepat dibandingkan dengan pinjaman yang seringkali memerlukan waktu bertahun-tahun untuk disetujui. Pada tahun 2008, utang pinjaman mencapai 45% dari total utang, sedangkan saat ini, proporsi tersebut menurun menjadi sekitar 12%. SBN kini mendominasi sebagai sumber pembiayaan utama.

Diversifikasi Instrumen SBN

Indonesia menerbitkan SBN dalam berbagai mata uang, termasuk rupiah, USD, Euro, dan Yen, untuk menarik berbagai jenis investor. Selain instrumen konvensional, pemerintah juga memperkenalkan sukuk, yaitu obligasi berbasis syariah. Target penerbitan sukuk adalah sekitar 25-30% dari total penerbitan SBN setiap tahun.

Investor SBN terbagi dalam dua kategori utama: institusi besar dan investor ritel. Meski investor institusi memiliki dana besar, potensi terbesar terletak pada investor ritel yang jumlahnya jauh lebih banyak. Oleh karena itu, pemerintah fokus untuk memperluas basis investor domestik dengan menarik investor ritel melalui berbagai inovasi.

Tantangan dan Peluang Pasar Keuangan

Alfirman mencatat bahwa pasar keuangan Indonesia masih dangkal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal ini terlihat dari rasio aset perbankan dan pasar modal terhadap PDB yang masih rendah. Misalnya, aset perbankan Indonesia hanya sekitar 60% dari PDB, sedangkan Filipina telah mencapai 100%. Pasar modal Indonesia hanya 45% dari PDB, sedangkan Filipina telah mencapai 80%.

Kedalaman pasar keuangan penting untuk menyerap shock ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan. Oleh karena itu, pemerintah bersama Bank Indonesia, OJK, dan LPS berupaya memperdalam pasar keuangan melalui berbagai strategi, termasuk pengembangan instrumen SBN dan peningkatan literasi keuangan.

Inovasi dalam SBN Ritel

Untuk menarik lebih banyak investor ritel, pemerintah meluncurkan platform digital E-SBN, yang memungkinkan pembelian SBN secara online kapan saja dan di mana saja. Ini merupakan terobosan signifikan yang mempermudah akses masyarakat untuk berinvestasi. Dengan penurunan minimum investasi dari Rp5 juta menjadi Rp1 juta, pemerintah berharap dapat menarik lebih banyak investor dari kalangan generasi milenial yang tech-savvy.

E-SBN menawarkan dua jenis instrumen: yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder (tradeable) dan yang tidak bisa diperdagangkan (fixed). Melalui platform digital, proses pembelian menjadi lebih efisien, dan alokasi investasi dapat dilakukan secara langsung tanpa harus melalui mitra distribusi.

Keunggulan Investasi di SBN Ritel

SBN Ritel memiliki beberapa keunggulan. Pertama, sebagai produk pemerintah yang dijamin oleh undang-undang, SBN Ritel menawarkan keamanan investasi. Kedua, kupon SBN Ritel sangat kompetitif dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya. Ketiga, kemudahan akses melalui platform digital membuatnya ideal untuk investor yang menginginkan investasi praktis.

Yang tak kalah penting, investasi di SBN Ritel berkontribusi langsung terhadap pembangunan negara, seperti penanganan COVID-19, vaksinasi, bantuan sosial, dan pendidikan. Ini memberikan nilai tambah bagi investor yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan negeri sembari mendapatkan imbal hasil yang menarik.

Dalam dunia investasi yang penuh dengan berbagai pilihan, SBN Ritel menawarkan solusi yang aman, menguntungkan, dan mudah diakses, serta memberikan kesempatan bagi investor untuk turut berkontribusi dalam pembangunan negara.

Dengan memperluas basis investor domestik melalui inovasi dan kemudahan akses, pemerintah berharap dapat menciptakan pasar keuangan yang lebih dalam dan stabil di masa depan.

Gita Wirjawan dan Luky Alfirman

Minat Gen Y & Z Terhadap ORI

Dalam diskusi ini, Luky Alfirman menjelaskan bahwa Generasi Y (milenial) dan Generasi Z cenderung lebih menyukai investasi di pasar saham, kripto, atau NFT daripada instrumen pendapatan tetap seperti ORI. Hal ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan narasi ekuitas yang lebih menarik. Namun, Alfirman menekankan bahwa instrumen seperti ORI, yang aman karena dijamin oleh pemerintah, juga memiliki nilai yang signifikan.

Generasi muda perlu edukasi lebih lanjut mengenai instrumen investasi ini. Edukasi yang baik mengenai risiko dan return dari setiap instrumen adalah kunci. Prinsip 2R2L—Return dan Risiko, serta Logika dan Legalitas—ditekankan untuk membantu investor memahami apakah investasi tersebut sesuai dengan profil risiko mereka.

Alfirman juga membahas fenomena penggunaan teknologi dalam investasi, terutama selama pandemi COVID-19. Dengan adanya platform online, minat terhadap SBN Ritel meningkat, dengan kontribusi besar dari generasi milenial. Namun, meskipun generasi milenial memegang banyak investasi, nilai investasi terbesar tetap dari generasi baby boomer.

Selain itu, Alfirman menggarisbawahi dampak dari kenaikan suku bunga global, terutama dari Bank Sentral AS. Kenaikan suku bunga ini mengarah pada peningkatan biaya dana, yang juga mempengaruhi pasar Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia berupaya mengelola situasi ini dengan baik, termasuk melalui kerjasama dengan Bank Indonesia untuk menjaga volatilitas.

Pandangan Jangka Panjang dan Infrastruktur

Melihat ke depan hingga 2045, Indonesia berpotensi menjadi salah satu ekonomi terbesar dunia. Alfirman mencatat bahwa meskipun Indonesia telah mencapai posisi ekonomi yang signifikan, ada tantangan dan peluang besar di depan. Potensi pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan angka 5%-6% per tahun masih sangat mungkin tercapai jika kita memanfaatkan bonus demografi dan fokus pada penguasaan teknologi.

Pembangunan infrastruktur fisik dan teknologi informasi serta peningkatan kualitas SDM berbasis teknologi menjadi prioritas utama. Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran signifikan untuk pendidikan dan kesehatan guna memastikan masa depan yang lebih cerah.

Luky Alfirman memberikan wawasan berharga tentang bagaimana investasi di Indonesia, terutama instrumen seperti ORI, dapat menarik minat generasi muda melalui edukasi dan pemahaman yang lebih baik tentang risiko dan keuntungan. Di samping itu, dengan tantangan ekonomi global dan fokus pada pembangunan infrastruktur serta teknologi, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi global dalam beberapa dekade mendatang.