Selamat datang di seri spesial ini yang menghadirkan sosok-sosok luar biasa dari berbagai universitas ternama, termasuk Stanford University. Tujuan dari seri ini adalah untuk membawa ide-ide menggugah pikiran yang sangat berharga bagi Anda. Kali ini, kami merasa terhormat dapat menghadirkan Jeff Dean, kepala ilmuwan di Google. Terima kasih telah hadir di acara kami, Endgame.
Masa Kecil dan Awal Mula Ketertarikan pada Komputer
Jeff Dean, seorang pionir di bidang kecerdasan buatan, lahir di Hawaii dan memiliki masa kecil yang penuh perpindahan karena pekerjaan orang tuanya di bidang kesehatan dan antropologi. Ayahnya, seorang ahli epidemiologi kesehatan masyarakat, memperkenalkan Jeff pada komputer melalui sebuah kit komputer bernama IMSAI 8080 ketika Jeff berusia sembilan tahun. Dari situlah Jeff mulai tertarik pada pemrograman, belajar melalui mengetikkan dan memodifikasi kode sumber game.
Jeff mengenyam pendidikan di berbagai tempat sebelum akhirnya menetap di Minnesota untuk SMA dan kuliah. Setelah itu, ia bekerja di Organisasi Kesehatan Dunia di Geneva sebelum melanjutkan studi pascasarjana di Seattle. Di Seattle, Jeff mendalami ilmu komputer di University of Washington, tempat yang sangat mendukung karir akademisnya.
“Secara umum, bidang AI telah bergerak sangat cepat, dan hal ini secara umum bertentangan dengan proses pertimbangan yang cermat” Jeff Dean – Endgame
Pada tahun 1999, Jeff memutuskan untuk bergabung dengan Google, sebuah perusahaan kecil yang saat itu masih dalam tahap awal pertumbuhan. Jeff, yang sebelumnya bekerja di Digital Equipment Corporation dan terlibat dalam proyek mesin pencari AltaVista, melihat potensi besar dalam Google. Bersama tim, ia bekerja keras untuk mengembangkan teknologi pencarian yang lebih efisien, mengatasi tantangan penskalaan dan pengoptimalan kinerja perangkat lunak.
Peran Penting dalam Perkembangan Google
Jeff berbagi pengalaman menarik tentang bagaimana Google berkembang pesat sejak awal berdirinya. Tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana mempertahankan kinerja optimal seiring dengan pertumbuhan cepat perusahaan. Salah satu momen kunci adalah ketika Google harus terus menerus memikirkan ulang desain sistem mereka untuk mengatasi masalah yang muncul seiring dengan peningkatan skala.
Jeff mengakui bahwa pertumbuhan pesat Google membawa banyak pelajaran berharga. Salah satu yang menonjol adalah bagaimana setiap kali ukuran perusahaan berlipat ganda, sesuatu yang dulunya berfungsi dengan baik menjadi tidak lagi efektif. Oleh karena itu, penting untuk terus menyesuaikan diri dengan perubahan dan berinovasi.
Salah satu keputusan strategis yang diambil adalah membuka lebih banyak lokasi teknik untuk menarik talenta terbaik yang tidak ingin pindah ke kantor pusat. Meskipun ini membawa tantangan dalam koordinasi dan komunikasi, langkah ini terbukti bermanfaat dalam jangka panjang.
Tulang Punggung AI: Jaringan Neural dan Daya Komputasi
Jeff Dean, seorang pionir di bidang kecerdasan buatan, mulai mempelajari jaringan neural pada tahun 1990. Pada saat itu, pengembangan jaringan neural sangat terhambat oleh keterbatasan daya komputasi. Dean menjelaskan bahwa meskipun dia yakin bahwa peningkatan daya komputasi akan membawa dampak besar, ternyata yang dibutuhkan adalah peningkatan yang jauh lebih signifikan dari yang dia perkirakan. Dari hanya 32 kali lipat, ternyata diperlukan peningkatan daya komputasi hingga sejuta kali lipat untuk membuat jaringan neural mampu memecahkan masalah nyata.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan komputasi telah melaju pesat. Dari ponsel yang kini jauh lebih kuat daripada komputer desktop masa lalu hingga pengembangan arsitektur komputer yang lebih efisien, semua ini telah membawa kita pada titik di mana jaringan neural bisa diaplikasikan pada masalah-masalah nyata, seperti visi komputer dan pengenalan suara.
Google telah mengembangkan TPU (Tensor Processing Unit) yang dirancang khusus untuk pembelajaran mesin dan jaringan neural. TPU ini memberikan peningkatan kinerja yang signifikan dibandingkan dengan CPU umum karena dirancang khusus untuk melakukan operasi aljabar linier yang mendasari jaringan neural. Keunggulan lain dari TPU adalah kemampuannya untuk melakukan komputasi dalam format numerik yang lebih rendah, seperti 8-bit atau 16-bit floating point, yang jauh lebih efisien daripada format 32 atau 64-bit floating point yang digunakan dalam komputasi ilmiah tradisional.
Dean menjelaskan bahwa jaringan neural, yang terinspirasi oleh cara kerja jaringan saraf biologis, memiliki potensi besar dalam mempelajari dan mengenali pola yang berbeda dalam data. Namun, tantangan utama adalah bagaimana membuat jaringan neural ini mampu multitasking dan menangani sparsitas data.
Saat ini, model jaringan neural umumnya padat, yang berarti semua neuron dalam model diaktifkan untuk setiap input. Namun, model sparse memungkinkan bagian-bagian model untuk diaktifkan atau dinonaktifkan berdasarkan relevansi input, sehingga meningkatkan efisiensi energi dan kinerja. Dengan model sparse, kita bisa mengaktifkan hanya 5% dari model, menghemat energi tanpa mengorbankan kapasitas pemrosesan.
Optimisme terhadap Masa Depan AI
Dean optimis bahwa dalam waktu dekat, kita akan melihat kemajuan signifikan dalam AI, termasuk kemampuan untuk mengatasi tantangan multitasking, sparsitas, dan generalisasi model. Model multimodal yang dapat menerima input visual dan bahasa serta menjawab pertanyaan dalam bentuk teks sudah mulai muncul, dan ini akan terus berkembang.
Selain itu, AI juga memiliki potensi besar untuk mempercepat penemuan ilmiah di berbagai bidang seperti genetika, kesehatan, dan prediksi cuaca. Dengan menggunakan data historis dan jaringan neural, kita dapat menciptakan model yang lebih akurat dan efisien dalam memprediksi fenomena kompleks.
“Ada banyak inovasi yang bisa diterapkan untuk memperbaiki praktik konvensional dalam ketahanan pangan.” Gita Wirjawan – Endgame
Penemuan AI dalam Berbagai Aspek Kehidupan
Dean menjelaskan bahwa banyak fitur di ponsel pintar kita yang terasa seperti keajaiban sebenarnya didukung oleh model machine learning. Dari penyaringan panggilan hingga teknik fotografi komputasi, AI sudah menjadi bagian integral dari teknologi yang kita gunakan sehari-hari.
Selain itu, AI juga membantu dalam penemuan ilmiah dengan memungkinkan kita untuk memahami dan memprediksi pola kompleks dalam data. Contohnya, dalam prediksi cuaca, AI dapat menggunakan data historis untuk membuat prediksi yang lebih akurat daripada metode berbasis fisika tradisional.
Dalam sebuah wawancara yang mendalam, Jeff Dean, seorang tokoh terkemuka di bidang kecerdasan buatan (AI), berbicara tentang potensi dan tantangan teknologi ini dalam mendukung keberlanjutan dan pengembangan global. Di kanal YouTube Endgame, Dean menguraikan visi optimisnya tentang bagaimana AI dapat berkontribusi positif bagi umat manusia.
Dean menekankan pentingnya kolektifitas global untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 atau 2060. Dia mengakui bahwa sementara teknologi untuk energi terbarukan telah berkembang pesat, tantangan ekonominya tetap signifikan. Menurut Dean, Google telah berupaya mengatasi ini dengan berbagai inovasi. Salah satunya adalah proyek Green Light yang menggunakan data dari Google Maps untuk mengoptimalkan lampu lalu lintas dan mengurangi emisi kendaraan yang tidak bergerak.
Selain itu, Dean menjelaskan kemitraan dengan American Airlines untuk mengurangi emisi contrail, jejak uap yang ditinggalkan pesawat. Contrail ternyata menyumbang sepertiga dari dampak pemanasan global industri penerbangan. Dengan mengubah ketinggian penerbangan pada kondisi tertentu, contrail dapat diminimalisir, mengurangi dampak lingkungan secara signifikan.
Dean juga membahas aplikasi AI dalam bidang ketahanan pangan. Melalui kolaborasi dengan organisasi nirlaba, Google membantu petani di Kenya dan Tanzania dalam mendiagnosis penyakit tanaman singkong menggunakan model visi komputer. Dengan prediksi yang lebih akurat, petani dapat mengambil tindakan pencegahan lebih awal, menghindari kerugian besar dan meningkatkan hasil panen.
Ketika berbicara tentang AI, Dean menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin. Menurutnya, pengembangan AI harus melibatkan ahli dari berbagai bidang seperti budaya, ekonomi, dan filsafat untuk memastikan teknologi ini digunakan secara bijaksana dan manusiawi. Google, kata Dean, telah menerbitkan prinsip-prinsip AI yang mengutamakan keadilan dan tanggung jawab, mencegah penggunaan yang merugikan.
Dean juga membahas dilema antara open source dan closed source dalam pengembangan AI. Sementara Google telah merilis toolkit AI seperti TensorFlow secara open source, Dean berpendapat bahwa model AI yang paling kuat harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari penyalahgunaan.
Relevansi Global AI
Dean optimis bahwa AI dapat memberikan manfaat ekonomi global yang besar. Namun, untuk memastikan negara-negara berkembang juga mendapatkan keuntungan, penting bagi mereka untuk mendorong pembelajaran dan penerapan teknologi AI secara lokal. Dengan demikian, setiap negara dapat berpartisipasi dalam potensi manfaat sosial dan ekonomi yang ditawarkan oleh AI.
Mengatasi bias dalam AI adalah salah satu tantangan terbesar. Dean menggarisbawahi pentingnya memperbaiki model agar tidak melanjutkan bias yang ada, tetapi malah meningkatkan keadilan dan kesetaraan. Ini termasuk memahami bagaimana model AI belajar dari data dan menghindari keputusan yang bias, seperti dalam kasus kredit perumahan.
Jeff memulai dengan berbagi tentang proyek pembelajaran tanpa pengawasan yang dilakukan oleh timnya di Google. Mereka menggunakan 10 juta frame acak dari video YouTube untuk melatih jaringan neural tanpa label apapun. Menariknya, salah satu hal yang dipelajari oleh sistem tersebut adalah mengenali kucing. Hal ini terjadi karena banyaknya video kucing di YouTube. Sistem ini akhirnya memiliki neuron tertentu yang akan menyala ketika mendeteksi wajah kucing dalam gambar, meskipun tidak pernah diberitahu apa itu kucing. Ini mirip dengan cara manusia belajar melalui pengamatan dan asosiasi, yang merupakan proses belajar mandiri.