Dalam sebuah diskusi mendalam tentang masa depan Indonesia, Emil Salim, seorang tokoh penting dalam sejarah lingkungan dan pembangunan Indonesia, menyampaikan pandangannya tentang tantangan dan harapan yang dihadapi bangsa ini. Dengan latar belakang yang kaya di bidang ekonomi dan lingkungan, Salim memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana Indonesia dapat memperbaiki sistem pendidikan, menghadapi tantangan demografi, dan mengatasi ketidaksetaraan ekonomi.
Mengenal Emil Salim: Sejarah dan Pelajaran Hidup
Emil Salim, seorang tokoh penting Indonesia yang baru saja merayakan ulang tahun ke-90, memiliki perjalanan hidup yang penuh warna. Dari zaman penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, hingga era kemerdekaan dan demokrasi, Salim telah menyaksikan dan mengalami berbagai perubahan besar dalam sejarah Indonesia.
Lahir di Lahat dan dibesarkan di berbagai kota seperti Banjarmasin, Palembang, Bogor, dan Jakarta, Emil Salim menjalani masa kecil yang penuh pergeseran. Salah satu pengalaman yang paling membekas dalam ingatannya adalah saat ia tidak diizinkan masuk ke Societeit de Kapel di Banjarmasin hanya karena warna kulitnya. Pengalaman ini mengajarkannya bahwa meskipun fisik mungkin dipandang berbeda, kemampuan intelektual tidak boleh dipandang rendah. Dari sinilah tekadnya untuk terus belajar dan membuktikan diri tumbuh.
Selama masa pendudukan Jepang, Salim merasakan kesulitan hidup yang ekstrem. Berbagai pengalaman, seperti makan papeda dan harus bertahan hidup dengan sumber daya terbatas, mengajarkan makna dari kekurangan dan pentingnya kemandirian. Ia bahkan memanfaatkan limbah dari septic tank untuk pupuk, menanam tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Pelajaran ini menanamkan nilai pentingnya kemandirian dan kreativitas dalam menghadapi kesulitan.
Selama masa revolusi, Salim terlibat dalam perjuangan melawan Belanda dan mendapatkan pelajaran berharga tentang perbedaan antara senjata dan teknologi yang lebih canggih. Pengalaman ini mengajarkannya pentingnya mengembangkan otak dan keterampilan untuk menghadapi tantangan yang lebih besar.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas California, Berkeley, Salim terus berkontribusi pada pembangunan bangsa dan pendidikan. Ia sangat menyadari arti penting dari bendera dan simbol-simbol nasional, yang ia rasakan dengan mendalam setiap 17 Agustus.
Pandangan tentang Gemeinschaft dan Gesellschaft
Salim juga membahas konsep sosiologis Gemeinschaft dan Gesellschaft yang diperkenalkan oleh Ferdinand Tönnies dan Max Weber. Ia menjelaskan bagaimana semangat ke-kita-an dari komunitas Minangkabau, di mana keakraban dan kekompakan sangat dijunjung tinggi, dapat diterapkan dalam konteks global melalui teknologi digital. Meski teknologi dapat mempererat hubungan, Salim menekankan bahwa penting untuk tidak kehilangan esensi dari keakraban yang nyata.
Salim percaya bahwa era digital harus dimanfaatkan untuk memperkuat komunitas dan konektivitas. Ia mencatat bahwa meskipun teknologi seperti zoom dapat memfasilitasi interaksi global, tantangan seperti konektivitas di daerah terpencil masih perlu diatasi. Ia mengingatkan bahwa meski penting untuk mengembangkan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), ilmu sosial juga perlu mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pendidikan: Kunci untuk Masa Depan
Salim menyatakan kekhawatirannya mengenai kualitas pendidikan di Indonesia. Meskipun anggaran pendidikan yang besar, hasil dari tes internasional seperti PISA menunjukkan penurunan signifikan dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia. Angka-angka ini menggambarkan sebuah krisis yang perlu ditangani dengan segera. Salim menekankan bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup generasi mendatang, khususnya mengingat bonus demografi yang ada.
Salim juga mengkritik siklus politik jangka pendek yang mempengaruhi keputusan terkait pendidikan dan pembangunan. Ia berargumen bahwa partai politik di Indonesia cenderung fokus pada kemenangan pemilihan jangka pendek daripada merencanakan strategi jangka panjang yang berkelanjutan. Salim menyarankan perlunya reformasi dalam sistem politik untuk memastikan kesinambungan dan perencanaan jangka panjang.
Ketidaksetaraan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial
Salim menyoroti ketidaksetaraan ekonomi yang semakin mencuat di Indonesia, dengan rasio Gini yang menunjukkan peningkatan kesenjangan sosial. Ia menilai bahwa pembangunan yang tidak berpihak pada kelompok marhaen atau petani kecil menyebabkan ketidakadilan ekonomi. Salim menyerukan perlunya perubahan dalam orientasi pembangunan untuk lebih pro-rakyat dan pro-petani kecil.
Mengakhiri diskusi, Salim mengungkapkan perubahannya dalam pandangan tentang lingkungan, yang awalnya didorong oleh pengalaman pribadi dan pengaruh dari tokoh-tokoh global seperti Indira Gandhi. Ia menjelaskan bagaimana pengalaman internasional dan diskusi dengan ahli lingkungan membentuk pemikirannya tentang pembangunan berkelanjutan. Salim menekankan pentingnya mengintegrasikan kepedulian terhadap lingkungan dengan upaya melawan kemiskinan.
“Untuk kita bisa menjadi bangsa yang lebih maju, nilai tambahnya lebih tinggi, produktivitas harus ditingkatkan.“ Gita Wirjawan – EndGame
Emisi Karbon dan Masa Depan Bumi
Sejak Revolusi Industri pertama pada tahun 1850-an, dunia telah mengemisi sekitar 1400 gigaton karbon, dengan mayoritas berasal dari negara-negara maju seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Jepang. Meski kontribusi Tiongkok baru terasa belakangan ini, dampaknya juga signifikan. Saat ini, diperkirakan ada sisa 3000 hingga 4000 gigaton karbon di bumi, dengan konsumsi manusia mencapai 60 gigaton per tahun. Berdasarkan data ini, manusia hanya memiliki waktu sekitar 50 tahun untuk mengatasi masalah emisi karbon sebelum dampaknya menjadi sangat eksistensial.
Tantangan Lingkungan di Indonesia
Emil Salim menyoroti pentingnya kesadaran generasi muda mengenai krisis lingkungan ini. Dengan cicit yang masih kecil, ia merasa berkewajiban untuk memikirkan masa depan mereka. Indonesia, sebagai negara kepulauan, sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut menjadi ancaman serius, terutama bagi negara-negara kepulauan seperti Indonesia.
Bagian utara pulau Jawa, yang terdiri dari tanah lunak yang dibawa oleh sungai, berisiko tenggelam jika permukaan laut terus naik. Kenaikan ini dapat menyebabkan banjir yang meluas dan mengancam keberadaan tanah-tanah pesisir. Masalah lain yang dihadapi adalah perubahan pola cuaca yang dapat mempengaruhi curah hujan dan ketersediaan air tawar, yang penting untuk kehidupan sehari-hari dan penanganan bencana.
Solusi dan Strategi Adaptasi
Dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, Emil Salim mengusulkan beberapa strategi penting:
- Pembangunan Waduk Lepas Pantai: Meniru Korea Selatan, pembangunan waduk lepas pantai dapat membantu membendung banjir, mengelola air asin, dan menyediakan ruang untuk energi serta pembangunan tanah.
- Pengembangan Pelabuhan Samudera: Sebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan pelabuhan samudera untuk mengatasi masalah transshipment yang saat ini didominasi oleh Singapura dan Malaysia. Ini penting untuk meningkatkan efisiensi logistik dan industri maritim di Indonesia.
- Peningkatan Infrastruktur dan Subsidi: Untuk mendukung pembangunan wilayah timur Indonesia, Emil Salim merekomendasikan subsidi untuk muatan balik. Subsidi ini akan mempermudah distribusi kargo dari Jawa ke Papua dan Maluku, serta mendukung pelayaran dan penerbangan perintis.
Emil Salim juga membahas tantangan yang dihadapi Kalimantan, terutama terkait dengan lahan basah (wetland) dan potensi sumber daya alamnya. Kalimantan, dengan karakteristik tanahnya yang basah, memiliki potensi untuk dikembangkan dalam sektor perikanan, khususnya untuk budidaya ikan bernilai tinggi seperti arwana. Ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan mendukung ekonomi lokal.
Meningkatkan Produktivitas Melalui Pemberdayaan Otak
Emil Salim Menyoroti kekurangan dalam produktivitas Indonesia. Saat ini, produktivitas per kapita di Indonesia berada di angka 24 ribu dolar per tahun, jauh di bawah Singapura yang mencapai 140 ribu dolar. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi produktivitas adalah rendahnya nilai tambah dari produk dan proses produksi.
Menurut Salim, salah satu alasan utama adalah ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti batubara dan minyak bumi. “Kita harus beralih dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan ke pemberdayaan otak manusia,” tegasnya. Dia mengkritik ketidakmampuan Indonesia dalam memproduksi teknologi tinggi seperti microchip dan mengembangkan kecerdasan artifisial. Negara-negara seperti Norwegia, Swedia, dan Singapura telah menunjukkan bagaimana investasi dalam sumber daya manusia dan inovasi dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.
Strategi Pembangunan Berkelanjutan dan Investasi di Sumber Daya Manusia
Salim juga membahas pentingnya strategi pembangunan berkelanjutan. Dia menilai bahwa eksploitasi sumber daya alam harus diimbangi dengan investasi dalam sumber daya manusia. “Kita harus mengalokasikan sebagian hasil dari eksploitasi sumber daya alam untuk pendidikan dan pengembangan kapasitas otak manusia,” katanya. Mengacu pada pengalaman Norwegia, Salim menekankan perlunya peraturan yang mendukung pembangunan sumber daya manusia dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Salim mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambatnya adopsi investasi yang ramah lingkungan di Indonesia. Dia mengkritik peraturan pemerintah dan kurangnya dukungan untuk investasi berkelanjutan. “Pengusaha dan pemerintah seringkali lebih fokus pada kepentingan jangka pendek daripada jangka panjang,” ungkapnya. Salim mendorong adanya perubahan mindset untuk lebih memprioritaskan kepentingan masa depan dan keberlanjutan.
“Jika kita berupaya dengan konsisten, negara ini akan menjadi luar biasa.” Emil Salim – EndGame
Menghadapi Godaan Jangka Pendek dan Menjaga Optimisme
Dalam diskusi tentang tantangan masa depan, Salim menyoroti godaan jangka pendek yang sering menghalangi perencanaan jangka panjang. Ia bertanya-tanya mengapa beberapa pihak tidak memikirkan masa depan anak cucu mereka dan lebih memilih keuntungan instan. Salim mengajak semua pihak untuk mengikuti pemikiran filsuf dan intelektual seperti Aristoteles dan Khawarizmi, yang berpikir lebih dalam tentang makna hidup dan kontribusi mereka untuk generasi mendatang.
Salim juga membahas tentang kekayaan alam Indonesia, yang menurutnya sering kali tidak dimanfaatkan dengan baik. “Kita memiliki potensi luar biasa dari tanah dan sumber daya alam kita. Namun, kita seringkali lebih fokus pada eksploitasi daripada pengayaan nilai tambah,” jelasnya. Salim menyerukan pendekatan yang lebih bijaksana, seperti memanfaatkan energi terbarukan dan menjaga ekosistem.
Dalam bagian akhir diskusi, Salim membahas tentang evolusi demokrasi dari individualisme, pasar, hingga data. Ia menekankan pentingnya data dalam proses demokrasi dan bagaimana data harus digunakan untuk mendukung keputusan yang objektif dan mufakat. “Data adalah alat, bukan tujuan. Demokrasi adalah sistem untuk mencapai kesepakatan bersama,” ujarnya.
Pesan untuk Generasi Muda
Menutup diskusi, Salim memberikan pesan motivasi untuk generasi muda. Dia mengingatkan tentang pentingnya optimisme dan kerja keras dalam menghadapi tantangan. Salim menggambarkan bagaimana Indonesia pernah mengalami kebangkrutan pada tahun 1965, tetapi dengan semangat dan usaha, negara ini bisa bangkit dan maju. “Jika kita berupaya dengan konsisten, negara ini akan menjadi luar biasa,” tutup Salim dengan penuh keyakinan.