Dalam episode kali ini, Gita Wirjawan menyambut Sabda Putra Subekti, pendiri Zenius, seorang tokoh pendidikan yang dikenal dengan pandangan-pandangan inovatifnya. Bersama Gita, Sabda berbagi kisah tentang masa kecil, pendidikan, hingga perannya sebagai pengusaha yang membangun ekosistem pendidikan modern di Indonesia.
Rentetan Keberuntungan Masa Kecil
Sabda lahir di Jakarta dan tumbuh di lingkungan yang kaya akan diskusi intelektual dan seni. Orang tuanya adalah seniman—ayahnya seorang sutradara teater dan ibunya seorang artis. Rumah mereka sering menjadi tempat berkumpulnya musisi, filsuf, dan seniman, seperti Iwan Fals dan Dian Pramana Putra. Suasana inilah yang membentuk pola pikir Sabda yang kritis dan penasaran sejak dini.
Sejak kecil, Sabda sudah menunjukkan minat yang mendalam dalam berbagai bidang, termasuk teknologi. Pada usia 10 tahun, ia diperkenalkan dengan komputer oleh ayahnya, yang membelikan IBM. Di sinilah awal mula kecintaannya terhadap dunia pemrograman dan matematika. Sabda juga dikenal sebagai anak yang suka bereksperimen dengan berbagai hal, dari membuat game hingga percobaan sains di rumah.
Pendidikan yang Membentuk
Meski tumbuh di lingkungan yang kaya akan diskusi, Sabda mengakui bahwa secara akademik, dirinya tidak terlalu menonjol. Namun, dukungan orang tuanya, terutama ibunya yang sangat perhatian terhadap perkembangan intelektual Sabda, memainkan peran penting dalam membentuk kemampuan berpikirnya. Ibunya, yang merupakan pembaca Jean Piaget, menerapkan berbagai latihan untuk meningkatkan kemampuan menulis dan berargumen Sabda, serta membantu mengatasi masalah gagap yang dialaminya.
Sabda kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan Teknik Informatika. Pilihan ini bukan hanya didorong oleh minat akademik, tetapi juga oleh lingkungan bimbingan belajar yang sangat mendukung. Di sini, ia bertemu dengan para pendidik hebat yang membuka wawasan intelektualnya lebih luas lagi.
Kewirausahaan Awal
Kecintaan Sabda pada pendidikan tidak hanya sebatas teori. Pada usia 19 tahun, ia memulai bisnis pertamanya pada tahun 1998. Kewirausahaan sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil, mulai dari bisnis ikan cupang hingga rumah hantu. Bagi Sabda, menjadi pengusaha adalah jalan alami, terutama karena ia tidak pernah tertarik bekerja di bawah orang lain dan lebih suka mengatur waktu sesuai keinginannya.
Dua Tujuan Pendidikan
Sabda PS menyoroti bahwa pendidikan yang baik harus memiliki dua tujuan utama: pertama, untuk perkembangan individu, dan kedua, untuk kebaikan masyarakat. Menurutnya, pendidikan individu memungkinkan seseorang untuk mengejar karier spesifik seperti seniman atau atlet, tanpa perlu mendalami matematika atau ilmu pengetahuan yang kompleks. Namun, ini tidak cukup. Pendidikan juga harus membekali masyarakat dengan kemampuan berpikir kritis dan logika ilmiah untuk menjaga kelangsungan peradaban manusia.
Sabda PS menegaskan bahwa pendidikan yang hanya berfokus pada perkembangan individu tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan tidaklah memadai. Ia memberikan analogi bahwa dalam demokrasi, jika masyarakat tidak memiliki standar intelektual yang cukup, keputusan yang diambil bisa berakibat fatal bagi kemanusiaan.
Pentingnya Demokratisasi Ide
Dalam diskusi tersebut, Sabda PS juga membahas paradoks yang muncul dalam demokratisasi informasi dan ide. Meskipun informasi semakin mudah diakses oleh semua orang, ide-ide yang berkembang justru semakin terpolarisasi. Ini menghambat proses belajar dan pertumbuhan intelektual, terutama dalam konteks demokrasi yang idealnya mengedepankan kebebasan berpikir dan berbagi ide.
Menurutnya, polarisasi ide ini diperparah oleh media sosial yang memungkinkan orang untuk hanya mengikuti pendapat yang sejalan dengan pandangan mereka. Akibatnya, terjadi echo chamber atau ruang gema di mana ide-ide yang sama terus berulang dan diperkuat, tanpa ada ruang untuk debat atau dialog yang sehat.
Pentingnya Kemampuan Berpikir Kritis
Sabda PS menekankan bahwa pendidikan harus mendorong kemampuan berpikir kritis dan logika yang benar. Ia mencatat bahwa banyak perdebatan saat ini dilakukan dengan cara yang salah, karena lebih menekankan siapa yang berbicara daripada apa yang disampaikan. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan yang mempromosikan sains dan akal sehat, serta mengurangi kecenderungan untuk bereaksi secara emosional atau “baper.”
Melalui pendekatan yang berbasis pada bukti matematis dan proses berpikir yang terstruktur, Sabda PS telah melihat perubahan positif pada murid-muridnya. Mereka menjadi lebih rasional dan kurang terpengaruh oleh emosi dalam menganalisis informasi, yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis.

“Indonesia punya potensi besar, tapi kita perlu memastikan semua orang punya akses yang sama terhadap peluang untuk berkembang.” Gita Wirjawan – EndGame
Mengurangi “Pokok’e” Mentalitas
Salah satu hal yang paling menarik dalam diskusi ini adalah pengamatan Sabda PS mengenai bagaimana pelatihan dalam berpikir matematis dapat mengurangi mentalitas “pokok’e” atau dogmatisme. Dengan mengajarkan murid untuk mempertanyakan keyakinan mereka sendiri dan mencari kebenaran melalui bukti yang kuat, mereka menjadi lebih terbuka dan tidak terlalu yakin pada pendapat yang belum diuji.
Sabda PS percaya bahwa keraguan yang sehat adalah kunci untuk mengembangkan pemikiran yang lebih mendalam dan komprehensif. Ia menganggap bahwa keyakinan yang berlebihan seringkali menjadi penghalang dalam pencarian kebenaran, dan sebaliknya, keraguan yang sehat memungkinkan seseorang untuk terus belajar dan berkembang.
Interseksi Teknologi dan Kemanusiaan
Sabda PS, seorang pemikir dan pendidik, mengungkapkan kekhawatirannya tentang kecepatan evolusi teknologi yang dapat memperbesar margin kesalahan. Menurutnya, teknologi yang dikuasai oleh robot atau pemilik teknologi tertentu bisa menyebabkan masalah besar jika tidak dikelola dengan bijaksana. Ia menekankan pentingnya mencapai standar intelektual yang tinggi sebagai langkah preventif untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil bersifat kolektif dan bijaksana.
Sabda juga menyatakan bahwa kebijaksanaan adalah kunci untuk memitigasi risiko jangka panjang. Ia berpendapat bahwa spesialisasi yang dalam mungkin bisa mengatasi masalah jangka pendek, tetapi generalis dengan wawasan yang luas lebih mampu menangani risiko sistemik yang lebih besar. Menurutnya, pendidikan harus menekankan pada pengembangan kebijaksanaan melalui pandangan yang materialistik dan realistis.
Pentingnya Pendidikan yang Mencerdaskan
Dalam diskusi tersebut, Sabda PS menjelaskan bahwa Zenius, platform pendidikan yang ia dirikan, memiliki misi untuk menciptakan Indonesia yang cerdas, cerah, dan asyik. Cerdas berarti memiliki keterampilan yang mumpuni, cerah berarti memiliki pengetahuan strategis yang dapat mengubah paradigma, dan asyik berarti mampu bekerja sama dan bijaksana. Ia menekankan bahwa pendidikan harus mengajarkan peta realitas yang akurat agar generasi muda dapat mengambil keputusan yang tepat dan tidak terjebak dalam kesalahan yang sama seperti yang terjadi di masa lalu.
Sabda juga menekankan bahwa pendidikan harus memastikan setiap individu memiliki dasar intelektual yang kuat sebelum mengkhususkan diri dalam bidang tertentu. Ini penting untuk menghindari bahaya yang mungkin muncul dari kurangnya kebijaksanaan di antara para pemimpin masa depan.
Kebijaksanaan sebagai Mitigasi Risiko
Gita Wirjawan menambahkan bahwa kebijaksanaan, bukan hanya pengetahuan, yang akan menjadi faktor penting dalam mitigasi risiko di masa depan. Ia setuju dengan pandangan Sabda bahwa generalis lebih mampu untuk melihat gambaran besar dan menghindari kesalahan fatal yang bisa mengancam peradaban manusia.
Dalam konteks kepemimpinan, Sabda mengingatkan bahwa menjadi pemimpin yang visioner bukanlah tugas yang mudah. Seorang pemimpin harus mampu membawa masyarakat ke arah yang lebih baik, dan ini hanya bisa dilakukan jika masyarakat memahami dan mendukung visi tersebut. Oleh karena itu, pendidikan yang menciptakan individu dengan wawasan luas dan kebijaksanaan adalah kunci untuk menghindari bencana peradaban di masa depan.

“Setiap orang harus terus belajar, karena pengetahuan itu tidak pernah cukup di tengah perkembangan teknologi yang pesat.” Sabda PS – EndGame
Disrupsi Teknologi dan Masa Depan Pendidikan
Sabda mengawali diskusi dengan menggambarkan bagaimana teknologi akan terus mendisrupsi kehidupan manusia. Dalam 50 tahun ke depan, kemungkinan besar kita akan mencapai tahap di mana manusia bisa “mengunduh” neuron ke komputer dan melakukan perjalanan ke planet lain seperti Mars melalui avatar digital. Teknologi seperti ini mungkin terdengar utopis, tetapi di sisi lain, skenario dystopian juga sangat mungkin terjadi. Perkembangan dalam bioteknologi bahkan memungkinkan manusia untuk merekayasa genetika untuk meningkatkan kecerdasan hingga ke tingkat yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Namun, Sabda mempertanyakan relevansi pendidikan tradisional di masa depan. Jika kecerdasan bisa ditingkatkan hingga level yang luar biasa tinggi, masihkah kita memerlukan pendidikan? Menurutnya, pendidikan saat ini adalah cara terbaik yang kita miliki untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan. Tetapi, jika teknologi terus berkembang dan memungkinkan kita untuk mengakses pengetahuan secara langsung melalui chip di otak atau teknologi serupa, konsep pendidikan seperti yang kita kenal mungkin akan menjadi usang.
Jiwa dan Budaya dalam Era Teknologi
Dalam perbincangan yang mendalam, Sabda juga menyinggung tentang kemungkinan untuk mengkodifikasi berbagai aspek kecerdasan manusia, termasuk kecerdasan emosional. Namun, ia meragukan apakah jiwa manusia bisa dikodifikasi dengan cara yang sama. Jiwa, dalam pandangan Sabda, adalah konsekuensi dari kompleksitas kerja otak manusia, dan ia berpendapat bahwa ini adalah salah satu atribut yang memperkaya kemanusiaan yang tidak bisa direduksi menjadi data atau algoritma.
Sabda juga menyoroti pentingnya budaya dan jiwa dalam menjaga keseimbangan dalam era teknologi. Meskipun teknologi bisa mengkodifikasi hampir semua aspek kehidupan manusia, budaya dan jiwa adalah elemen yang tetap penting dan tak tergantikan. Jika kita kehilangan standar intelektual dan budaya yang kaya, peradaban kita bisa mengalami keruntuhan meskipun teknologinya semakin canggih.
Peran Zenius dalam Meningkatkan Pendidikan di Indonesia
Sabda kemudian beralih ke peran Zenius dalam konteks pendidikan di Indonesia. Ia menekankan bahwa Zenius tidak hanya berfokus pada meningkatkan kemampuan akademis siswa, tetapi juga pada bagaimana memastikan bahwa proses informasi dapat dilakukan dengan benar. Menurut Sabda, salah satu masalah terbesar dalam pendidikan adalah bagaimana prosesor informasi, yaitu otak manusia, memproses informasi yang diperolehnya.
Zenius berusaha membangun kurikulum yang relevan dengan konteks lokal Indonesia, sambil tetap mengarahkan siswa pada pemahaman yang bersifat universal. Sabda mengakui bahwa membangun pedagogi yang sesuai dengan cara kerja otak orang Indonesia, yang hidup di daerah tropis, adalah tantangan besar. Namun, ia percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, pendidikan di Indonesia bisa ditingkatkan secara signifikan.